PASURUAN. CBN-INDONESIA – Andrias Tanudjaja terdakwa kasus Tambang ilegal di desa Bulusari Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, terlihat menyampaikan sanggahan Pledoi ataupun Duplik didepan Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Bangil dan Jaksa penuntut umum JPU, (Kejari)
Kabupaten Pasuruan.
Terlihat dalam persidangan, Andrias Tanudjaja yang saat ini duduk di kursi pesakitan, tampak memohon ke majelis hakim agar mau lebih selektif dalam mengambil kebijakan soal tuntutan JPU, (Kejari) Kabupaten Pasuruan, yang ngotot ingin menjebloskan Andarias Tunudjaja ke penjara.
Pasalnya, Jasa Penuntut umum (JPU) Kejari Kabupaten Pasuruan masih bersikeras menolak pledoi ataupun duplik yang diajukan terdakwa saat sidang lalu, di anggap terdakwa, hanya membuat alasan saja, untuk mempengaruhi putusan hukuman yang akan di putuskan oleh ketua majelis hakim PN Bangil.
Untuk itu, ditegaskan salah satu anggota tim JPU Kejari Kabupaten Pasuruan, La Ode Tafri Mada, seusai pembacaan duplik oleh terdakwa di PN Bangil, kemarin (15/12). Menurut Mada, terdakwa Andrias Tanudjaja, layak dituntut atas pelanggaran penambangan illegal yang memicu kerusakan lingkungan.
Andrias Tunudjaja, telah melakukan perusakan lingkungan yang cukup berat. Lantaran tidak pula diimbangi dengan reklamasi. Hal inilah yang membuat JPU memilih untuk menuntut hukuman berat bagi terdakwa.
Bahwa, Selain kurungan 5 tahun penjara, kejaksaan juga menuntut denda Rp 75 miliar. Namun, kata Mada-sapaannya, Terdakwa berusaha untuk membela diri. Ia bersikukuh tidak melakukan penambangan ilegal.
“Dia terdakwa (Andrias Tanudjaja), berusaha untuk membela diri. Tapi, kami tetap dengan tuntutan, lantaran perbuatan terdakwa membuat kerusakan lingkungan yang berat. Dan tidak ada reklamasi atas penambangan illegal yang dilakukannya,” Tegas Mada.
Untuk itulah, ia berharap majelis hakim PN Bangil memberikan hukuman yang setimpal. Karena, terdakwa Andrias Tanujaja alias AT, merupakan otak dari penambangan illegal di Bulusari, Kecamatan Gempol tersebut. Meski dalam pledoi dan dupliknya, ia mengklaim tidak memiliki kewenangan, lantaran berdalih hanya memiliki 45 persen saham.
Dalam penambangan tersebut, ada pihak yang terlibat. Ada sopir angkut, sopir alat berat dan yang lainnya. Dan dari pihak-pihak yang terlibat itu, kami mencari otaknya. Dan otak dalam penambangan tersebut adalah Andrias Tanudjaja. Bukan tidak mungkin juga, ada orang lain, yang jelas, masih didalami juga,” paparnya.
Sementara itu, dalam sidang pembacaan duplik oleh terdakwa kemarin (15/12), Andrian Tunudjaja bersikukuh tidak bersalah atas dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan. Berdasar akta notaris ia hanya pemegang saham minoritas (45 persen) dan bukan pengendali perusahaan yang dijabat Direktur PT Prawira Tata Pratama (PTP).
Ia bahkan menganggap, tuntutan JPU, berbeda-beda penjelasannya. Kesaksian ahli, Yosafat, yang melakukan penghitungan bukaan lahan seluas 27 hektar dan jumlah material yang digali tidak sesuai. Lahan yang dimiliki PT PTP seluas 20 hektar, dengan luasan lahan yang dilakukan penggalian hanya seluas 5 hektar.
“Sangat tidak cocok mengkaitkan hitungan ahli dengan luasan yang hanya 5 hektar. Perbedaan ini menghasilkan hitungan yang sangat spektakuler yaitu ada dana hasil galian sebesar Rp 228 miliar,” ujarnya.
Dalam sidang dupliknya itu, AT memohon kepada majelis hakim untuk memberikan putusan yang adil. Karena jika ia dianggap melakukan penambangan ilegal selama tiga tahun, ia justru mempertanyakan dimana peran aparat penegak hukum dan Bupati Pasuruan yang membiarkannya. Karena kegiatan penambangan adalah kegiatan terbuka yang diketahui secara kasat mata.
Semua kegiatan itu diawali dengan adanya perjanjian kerja sama antara PT PTP dengan Pasmar untuk membangun perumahan prajurit TNI. Ini diperkuat surat Danpasmar tertanggal 16 Oktober 2017 kepada Bupati Pasuruan.
“Jangan saya yang orang awam dan tidak mempunyai kemampuan melawan, dijadikan sebagai korban dan kambing hitam. Saya hanya bisa bersandar dan berharap pada keadilan dari majelis hakim,” ungkap AT.
Seperti yang diberitakan, kasus yang melilit Andrias, berlangsung sejak Maret 2021. Itu setelah tim Bareskrim Mabes Polri melakukan penelusuran hingga penangkapan atas dugaan penambangan liar yang memicu kerusakan lingkungan di wilayah Bulusari, Kecamatan Gempol.
Oleh Mabes Polri, Andrias diduga melakukan pengrusakan lingkungan dan penambangan liar. Hal inilah yang membuat pihak kepolisian akhirnya menjerat Andrias ke ranah hukum.
Andrias sudah dituntut oleh JPU Kejati dan Kejari Kabupaten Pasuruan. Ia dituntut hukuman 5 tahun dan denda sebesar Rp 75 miliar dalam sidang sebelumnya. Tuntutan itu dilayangkan, lantaran ia dianggap melanggar pasal 158 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 jo 56 ke 2 KUHP, juga pasal 98 ayat 1 UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 56 ke 2 KUHP.
Serta pasal 109 UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup. Dan juga pasal 70 ayat 2 subsider pasal 70 ayat 1 lebih subsider pasal 69 ayat 1 UU RI nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. (Yes/Red)